konten 1
konten 2
konten 3

Minggu, 14 Oktober 2012

waliyulloh di pulau bali

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Mungkin kebanyakan orang hanya tahu tempat-tempat keramat hanya ada di pulau jawa(wali songo).Namn kalau kita telusuri di pulau bali pun banyak,sekalipun menurut sebagian orang bali adalah pulau yang banyak di penuhi oleh kemaksiatan. Diantara makam-makam keramat yang ada di pulau bali ini ada yang termasuk dalam Wali Pitu (7 Wali) yang ditemukan oleh Almarhum Habib Thoyyib Zein Ariffin Assegaf dari Sidoarjo, Jawa Timur.
Kusamba
Makam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Hamid
Turunan ke 36 dari Rosululloh saw.
Terletak di pemakaman tua Kampung Islam Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung
Di depan makam dibangun patung seorang tokoh bersorban dan berjubah menunggang kuda, tugu ini berwarna putih.
Juru Kunci; Ibu Hj. Badar (kira2 500 m setelah makam, depan KUA Kusamba)
Keajaibannya;
Semasa hidupnya beliau bekerja sebagai guru besar Raja Kelungkung pada masa Pemerintahan Dhalem I Dewa Agung Jambe. Waktu itu beliau diberi seekor kuda sebagai alat transportasi pulang pergi antara Kusamba dan Kelungkung.
Pada suatu hari sewaktu Habib Ali pulang dari Kelungkung sesampainya di Desa Kusamba, ketika beliau melalui sebuah Pura, beliau diminta turun dari kudanya oleh penjaga pura dengan kurang sopan, terjadilah ketegangan yang berakhir dengan penusukan bertubi-tubi ke tubuh sang Habib, yang berakhir dengan wafatnya sang Habib ditempat kejadian. Keajaibanpun terjadi dari jenazah Habib Ali keluar cahaya putih kuning kebiru-biruan, cahaya itu sangat terang hingga menerangi hampir seluruh Kampung Kusamba
Karangasem
1. Makam Syaikh Maulana Yusuf Al Bagdadi Al Maghribi
Keturunan ke 43 dari Rosululloh saw
Terletak di pemakaman umum islam Kampung Karang Sokong, Desa Bungaya Kangin (Timur), Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
Juru Kunci; Mbah Panud (rumahnya tepat pintu masuk makam)
Keajaibannya;
Pada tahun 1963 M, sewaktu Gunung Agung meletus yang gelegarnya terasa sampai Jawa timur, padahal Gunung Agung letaknya di daerah Karangasem timur Pulau Bali. Ini menunjukkan betapa hebat dan dahsyatnya letusan dan semburan yang dimuntahkan oleh Gunung Agung. Sebagian desa porak poranda, banyak rumah roboh, pohon-pohon besar banyak yang tumbang, hujan pasir dan batu kerikil telah menggenangi pulau Bali.
Namun, yang unik, Makam Syeh Maulana Yusuf Al Baghdi yang di atasnya tertumpuk susunan batu merah yang ditata begitu saja tidak diperkuat dengan semen pasir dan kapur tidak berubah sedikitpun, bahkan tidak sebutir pasirpun yang mampu menyentuhnya.
2. Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Idrus
Wafat pada hari Selasa, 9 Ramadhan 1403 H (21 Juni 1983)
Terletak di pemakaman keluarga Kampung Telaga Mas, Desa Bungaya Kangin (Timur), Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
Juru Kunci; Habib Muhdhor (anak ke 5 dari almarhum)
Semasa hidupnya beliau dikenal sebagai seorang guru agama dan guru bela diri
3. Makam Syaikh Tengku Abdurrahman. Berasal dari Aceh
Terletak di pemakaman umum Kampung Islam Kecicang, Desa Bungaya Kangin (Timur), Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
Kondisi makam ini tidak terawat.
Karang Rupit
Makam The Kwan Lie atau lengkapnya The Kwan Pao Lie
Seorang perempuan dari Tiongkok yang menyamar menjadi laki-laki.
Bergelar Syaikh Abdul Qodir Muhammad
Beliau adalah murid Sunan Kalijogo
Terletak di Pantai Karang Rupit, Kampung Labuan Aji, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng
Juru Kunci; Bapak Abdul Latif
Loloan
Makam Habib Ali bin Umar Al Bafaqih
Makam terletak di dalam lingkungan Pondok Pesantren
Terletak di Desa Loloan Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana
Pantai Seseh
Makam Pangeran Mas Sepuh
Bergelar Syaikh Ahmad Hamdun bin Khoirussoleh
Terletak di Pantai Seseh, Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Berdampingan dengan Candi Pura Agung
Juru Kunci; Seorang Pemangku Hindu
Keajaibannya;
Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkurat, yang punya nama Bali, Ida Cokordo. Ia putra Raja Mengwi I yang menikah dengan seorang putri muslimah dari Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak kecil beliau sudah berpisah dengan ayahandanya, beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibundanya di Blambangan.
Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, maka ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, Raja Mengwi ke-I, dengan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari Kerajaan Mengwi dan niat akan mengabdikan diri.
Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman. Akhirnya Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang, sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Akhirnya diketahui kalau penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada Pangeran Mas Sepuh.
Bedugul
Makam Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Magribi
Untuk sementara dipercaya bahwa beliau masih sanak keluarga dari Syaikh Maulana Yusuf Al Bagdadi Al Magribi yang makamnya terletak di Kampung Karang Sokong, Desa Bungaya Kangin (Timur), Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
Terletak di Bukit Bedugul, Kecamatan Bedugul, Kabupaten Tabanan
Keajaibannya;
Jauh sebelum lengsernya Orde Baru, para penduduk lereng Bukit Bedugul sering melihat cahaya seperti lampu yang sinarnya sangat terang yang berasal dari makam Habib Umar, namun memasuki jaman Reformasi cahaya itu jarang terlihat lagi, malah hampir tidak sama sekali.
Selain itu daerah Bukit Bedugul terkenal dengan sumber energi panas bumi yang memiliki kekuatan panas yang 2 kali lipat melebihi Gunung Agung, gunung berapi yang terkenal di Bali. Namun dengan karomah Habib Umar hingga kini daerah Bukit Bedugul masih terlihat aman-aman saja.
Pamecutan
Makam Siti Khotijah (Ratu Ayu Anak Agung Rai)
Terletak di Kampung Batu Karu, Desa Pamecutan, Kecamatan Monang Maning, Denpasar
Keajaiabannya;
Beliau adalah anak perempuan Raja Cokorda III dari Kerajaan Pamecutan yang bergelar Batara Sakti yang memerintah sekitar tahun 1653 Masehi atau abad ke-17 Masehi. Ia adalah isteri Pangeran Sosrodiningrat, seorang senopati Kerajaan Mataram.
Siti Khotijah setelah dipersunting oleh Pangeran Sosrodiningrat kemudian memeluk Islam dan bersungguh-sungguh menekuni dan melaksanakan ajaran agama Islam. Seluruh sanak keluarga termasuk Raja sangat menentang sikap Siti Khotijah yang sangat taat menekuni keyakinan barunya tersebut. Berbagai cara ditempuh oleh Raja dan sanak keluarganya untuk merubah kekuatan hati Siti Khotijah, namun tidak pernah berhasil. Sampai suatu waktu kemudian, Siti Khotijah berkata, “apabila ajaran agama Islam yang kini saya anut ini tidak benar maka kelak bila saya wafat seluruh tubuh saya akan mengeluarkan bau yang amat busuk, namun sebaliknya apabila ajaran agama Islam ini benar maka kelak bila saya wafat seluruh tubuh saya akan mengeluarkan bau yang sangat harum dan wangi”.
Hingga pada suatu malam, sewaktu Siti Khotijah mengerjakan Sholat Malam dikamarnya dalam keadaan pintu kamarnya terbuka, secara tidak sengaja terlihat oleh seorang punggawa kerajaan yang sedang berjaga. Ketika Siti Khotijah mengucapkan Allahu Akbar, terdengarlah oleh sang punggawa, kemudian sang punggawa mendekati kamar Keputren untuk memastikan pendengarannya, terdengarlah lagi suara Allahu Akbar hingga tiga kali, namun yang hinggap dikuping sang punggawa adalah makebar, makebar, makebar, yang dalam bahasa Bali berarti terbang.
Sang punggawa semakin penasaran lalu mencoba mendekati kamar Keputren dan mengintip melalui pintu yang terbuka tadi. Ia sangat terkejut ketika melihat Siti Khotijah yang tampak dari belakang diselubungi kain putih (mukenah), pikirannya langsung mengatakan bahwa yang dilihatnya adalah Leak (siluman jahat), maka dia langsung menghadap Raja untuk melaporkan apa yang dilihatnya di kamar Keputren. Raja kemudian mendatanginya. Saat melihat Siti Khotijah sedang sujud, tanpa berpikir panjang Raja memerintahkan sang punggawa untuk menikam punggung Siti Khotijah dengan keris. Seketika itu juga darah segar menyembur dari punggung Siti Khotijah. Betapa kaget sang raja ketika melihat tubuh yang bermandikan darah itu adalah puteri kandungnya sendiri.
Bersamaan dengan itu, terjadi keanehan yang luar biasa, darah segar tersebut mengeluarkan bau harum yang sangat wangi, bau wangi ini tercium hingga keluar kamar Keputren lalu kemudian memenuhi seluruh udara Istana Pamecutan. Bahkan seluruh kota Denpasar dapat mencium bau harum mewangi yang luarbiasa tersebut, semua penduduk terutama keluarga istana, sangat terkejut, termasuk Raja Pamecutan. Terbuktilah kini ucapan Siti Khotijah.
Jenazah Siti Khotijah yang tertelungkup dengan keris terhujam dipunggungnya sulit diangkat dan dibujurkan, tubuhnya yang bermandikan darah mulai membeku. Keluarga Kerajaan berusaha untuk menolong dan mengangkatnya tidak dapat berbuat apa-apa, jenazahnya tetap sujud tidak berubah, Raja akhirnya mencari bantuan kepada umat Islam yang ada disana agar mau merawat jenazah putrinya menurut cara Islam. Kemudian umat Islam tersebut segera membantu merawat jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati sampai memakamkannya dan semuanya berjalan lancar. Namun satu hal yang tak dapat diatasi yaitu keris yang menghujam dipunggungnya tidak dapat dicabut, akhirnya atas keputusan semua pihak jenazah dimakamkan bersama keris yang masih berada dipunggungnya. Dan anehnya batang keris yang terbuat dari kayu itu tumbuh dan hidup sampai sekarang. Batang keris yang tumbuh menjadi pohon, dipercaya bisa mengobati segala macam penyakit
Hal tersebut dapat dibuktikan apabila berkunjung dimakam Siti Khotijah.

Rabu, 03 Oktober 2012

Mengenang abuya dimyathi banten

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

 Mengenang Syekh Dimyati Banten

KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga mancanegara.
Abuya dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.

Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.


Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah. Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenalsebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.

Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.

Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol (guru thoreqot syaziliah), Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.

Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri mengaji.

Alam Spritual
Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik. Dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust, diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al Quran.

Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga jam 11.30. setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga subuh.



Dipenjara Dan Mbah Dalhar
Mah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah. Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari penjara.

Ada beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959 M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.

Selanjutnya kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui, bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.”
Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji, kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.

Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyati tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun.

Rabu, 26 September 2012

sahabat rosul

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Abdurrahman Bin Auf




Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram, terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pengkaungan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.
Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera  mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang. Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu.
Ummul Mu’minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?” Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin Auf barn datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya .  Ummul Mu’minin berkata lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?” mereka menjawab, “Benar, ya Ummal Mu’minin, karena ada 700 kendaraan !” Ummul Mu’minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pengkaungnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya. Kemudian Aisyah berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!”
Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya. Ia pun segera menemui Aisyah untuk menanyakan langsung tentang hadits itu. Aisyah berkata, “benar, aku pernah mendengar rasulullah saw bersabda seperti itu.” Tanpa pikir panjang, ia pun berkata, “Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah ‘azza wajalla.”  Maka dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya.
Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam ketika Abu Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Maka tak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah saw. menyatakan bai’at. Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuh puluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu’min yang besar. Hal ini menyebabkan Abdurrahman bin Auf masuk dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar r.a. mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: “Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!”
Dan sewaktu Nabi saw. memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Abdurrahman bin Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah. Abdurrahman bin Auf ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang sangat luar biasa, hingga katanya, “Sungguh, kulihat diriku, seengkauinya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak.” Perniagaan bagi Abdurrahman bin Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Dan Abdurrahman bin Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya. Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad  dalam  mempertahankan  Agama  tentulah  ia  sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan
Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah
Rasul pada waktu itu, ketika hijrah ke Madinah  mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah. Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin, sampai-sampai soal rumah tangga.
Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’, berkatalah Sa’ad kepada Abdurrahman bin Auf, “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih  separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatianmu, akan kuceraikan ia hingga engkau dapat memperisterinya. Abdurrahman bin Auf menjawab, “Semoga Allah memberkati engkau, isteri dan harts engkau. Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga.” Abdurrahman pun pergi ke pasar, dan berjual beli di sana, dan ia pun beroleh keuntungan.
Kehidupan Abdurrahman bin Auf di Madinah baik semasa Rasulullah saw maupun sesudah wafatnya terus meningkat. Barang apa saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Wahai ibnu ‘Auf! engkau termasuh golongan orang kaya dan engkau akan masuk surga secaraperlahan-lahan . Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah engkau.
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi AIlah pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda. Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islamdan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar yang masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya, “Harta Abdurrahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.
Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang puasa. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi ia pun menangis sambil mengeluh, “Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik dariku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya.
Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami.”
Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya, “Apa sebabnya engkau menangis wahai Abu Muhammad?” Ujarnya, “Rasulullah saw. telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?”
Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .  Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:
“seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!”
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan Abdurrahman bin Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuh-sembuh pada salah satu kakinya sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya . Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki-laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tengkau jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin Auf! Semoga Allah ridha kepadanya dan ia pun ridha kepada Allah  !
Sewaktu jiwa Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah saw. sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru.  Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Abdurrahman bin Auf. Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: “Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke belakang.”
Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa engkau adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi.” Oleh Abdurrahman bin Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.
Kematiannya
Dan pada tahun 32 Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya . Ummul Mu’minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, maka Aisyah menyarankan kepadanya sewaktu ia masih terbaring di ranjang menuju kematian agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar.  Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut.
Selagi  ruhnya  bersiap-siap  memulai  perjalanannya  yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata, “Sesungguhnya  aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah.” Tetapi sakinah dari Allah segera menyelimutinya, satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa. Ia mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah saw.yangpernah beliau ucapkan:  “Abdurrahman bin Auf dalam surga!” Dan ia ingat janji Allah dalam kitab-Nya:
“Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita  !”(Q·S. 2 al-Baqarah: 262)
artikel ini di ambil dar

Sabtu, 15 September 2012

Sowan dan mencium tangan kiyai

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم




 
Sowan dan Mencium Tangan Kyai


Sowan adalah tradisi santri berkunjung kepada kyai dengan harapan mendapatkan petunjuk atas sebuah permasalahan yang diajukannya, atau mengharapkan doa dari kyai atau sekedar bertatap muka silaturrhim saja. Seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw bahwa bersilaturhim dapat menjadikan umur dan rizqbi bertambah panjang. Sowan dapat dilakukan oleh santri secara individu atau bersama-sama. Bisanya seorang kyai akan menerima para tamu dengan lapang dada.
Bagi wali santri yang hendak menitipkan anaknya di pesantren, sowan kepada kyai sangat penting. Karena dalam kesempatan ini ia akan memasrahkan anaknya untuk dididik di pesantren oleh sang kyai. Begitu pula dengan calon santri, inilah kali pertama ia melihat wajah kyainya yang akan menjadi panutan sepanjang hidupnya.
Sowan tidak hanya dilakukan oleh santri yang masih belajar di pesantren. Banyak santri yang telah hidup bermasyarakat dan berkeluarga mengunjungi kyainya hanya sekedar ingin bersalaman semata. Atau sengaja datang membawa permasalahan yang hendak ditanyakan kepada kyai tentang berbagai masalah yang dihadapinya.
Hal ini menjadikan bahwa hubungan kyai santri tidak pernah mengenal kata putus. Kyai tetap menjadi guru dan santri tetap menjadi murid. Dalam dunia pesantren istilah alumni hanya menunjuk pada batasan waktu formal belaka, dimana seorang santri pernah belajar di sebuah pesantren tertentu. Tidak termasuk di dalamnya hubungan guru-murid. Meskipun telah manjadi alumni pesantren A, seseorang akan tetap menjadi santri atau murid Kyai A.
Di beberapa daerah tradisi sowan memiliki momentumnya ketika idul fitri tiba. Biasanya, seorang kyai sengaja mempersiapkan diri menerima banyak tamu yang sowan kepadanya. Mereka yang sowan tidaklah sebatas para santri yang pernah berguru kepadanya, namun juga masyarakat, tetangga dan bahkan para pejabat tidak pernah berguru langsung kepadanya. Mereka datang dengan harapan mendapatkan berkah dari kealiman seorang kyai. Karena barang siapa  bergaul dengan penjual minyak wangi, pasti akan tertular semerbaknya bau wangi.
Pada bulan syawal seperti ini, sowan kepada kyai merupakan sesuatu yang utama bagi kalangan santri. Hampir sama pentingnya dengan mudik untuk berjumpa keuarga dan kedua orang tua. Pantas saja, karena kyai bagi santri adalah guru sekaligus berlaku sebagai orang tua. Oleh karena itu sering kali mereka yang kembali pulang dari perantauan menjadikan sowan kepada kyai sebagai alasan penting mudik di hari lebaran. Bagi santri yang telah jauh berkelana mengarungi kehidupan, kembali ke pesantren dan mencium tangan kyai merupakan ‘isi ulang energi’ recharger untuk menghadapi perjalanan hidup ke depan. Seolah setelah mencium tangan kyai dan bermuwajjahah dengannya semua permasalahan di depan pasti akan teratasi. Semua itu berlaku berkat do’a orang tua dan kyai.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Imam Nawawi sebagai mana dinukil oleh Ibn Hajar al-Asqolani dalam fathul Bari
قالَ الاِمَامْ النَّوَاوِيْ : تقبِيْلُ يَدِ الرَّجُلِ ِلزُهْدِهِ وَصَلاَحِهِ وَعِلْمِهِ اَوْ شرَفِهِ اَوْ نَحْوِ ذالِكَ مِنَ اْلاُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ لاَ يُكْرَهُ بَل يُسْتَحَبُّ.

Artinya : Imam Nawawi berkata : mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan.
Demikianlah tradisi sowan ini berlangsung hingga sekarang. Para santri meyakini benar bahwa seorang kyai yang alim dan zuhud jauh lebih dekat kepada Allah swt dibandingnkan manusia pada umumnya. Karena itulah para santri sangat mengharapkan do’a dari para kyai. Karena do’a itu niilainya lebih dari segudang harta. Inilah yang oleh orang awam banyak diisitlahkan dengan tabarrukan, mengharapkan berkah dari do’a kyai yang mustajab karena kezuhudannya, ke-wirai-annya dan kealimanyya.
Dengan demikian optimism dalam menghadapi kehidupan dengan berbagai macam permasalahnnya merupakan nilai posittif yang tersimpan di balik tradisi sowan. Sowan model inilah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ” .رواه البخاري .
Dari Abu Ayyub Al-Anshori r.a bahwa ada seorang berkata kepada Nabi saw., “Beritahukanlah kepadaku tentang satu amalan yang memasukkan aku ke surga. Seseorang berkata, “Ada apa dia? Ada apa dia?” Rasulullah saw. Berkata, “Apakah dia ada keperluan? Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-silaturahimlah.” (Bukhari).
Artinya hanya silatrrahim yang bernialai positiflah yang akan diganjar oleh Allah sebagaimana dijanjikan Rasulullah dalam kedua haditsnya. Bukan silatrrahim yang bernilai negative yaitu silaturrahim yang melanggar aturan syariat Islam.
Redaktur: Ulil Hadarwy